Biografi Soeharto – Bapak Pembangunan Indonesia
Presiden Soeharto |
Berikut ini penulis akan mengulas Biografi Soeharto, Profil Soeharto
beserta keluarganya serta sumbangsih Soeharto terhadap negara Indonesia secara
lengkap.
Kelahiran dan
Masa Kecil Soeharto
Nama lengkap Soeharto beserta gelarnya adalah Jendral Besar TNI Purn. Haji
Muhammad Soeharto. Beliau dilahirkan pada tanggal 8 Juni 1921 di dusun Kemusuk,
desa Argomulyo, kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta. Soeharto adalah anak ke
tiga dari pasangan Kertosudiro dan Sukirah.
Soeharto diasuh oleh orangtua kandungnya hanya selama 40 hari, setelah itu Soeharto diasuh oleh Mbah Kromo yang masih adik kakek Soeharto. Soeharto tidak diasuh oleh orang tuanya sendiri karena ibunya sudah bercerai dengan ayahnya dan ibunya menderita penyakit tertentu yang membuatnya tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai ibu.
Dengan Mbah Kromo inilah Soeharto mendapatkan kasih sayang yang utuh dan
sangat berkesan sampai beliau tua. Dikisahkan bahwa saat kecil Mbah Kromo
sangat menyayanginya. Ia sering digendong Mbah Kromo di punggungnya, membawanya
untuk membajak sawah, bermain air dan lumpur serta menggembala kerbau. Itu
adalah kenangan manis buat Soeharto.
Saat memasuki sekolah dasar yaitu ketika berusia delapan tahun, Soeharto
ganti diasuh oleh kakeknya yang asli, yaitu kakak dari Mbah Kromo yang bernama
Mbah Atmosudiro. Karena keluarganya selalu berpindah-pindah, sekolah Soeharto
jadi sering berpindah pula. Awalnya bersekolah di SD di Desa Puluhan, Godean.
Kemudian pindah di SD Pedes Yogyakarta dan lanjut lagi pindah ke Wuryantoro,
Wonogiri, Jawa Tengah, dimana kakeknya menitipkan Soeharto di rumah bibinya
yang menjadi istri dari seorang mantri tani bernama Prawirowiharjo.
Di keluarga bibinya ini, Soeharto digembleng dengan aneka kedisiplinan.
Mulai dari disiplin dalam menjalani hidup ataupun dalam belajar disekolah.
Soeharto termasuk anak yang cerdas, di sekolah ia selalu unggul di mata
pelajaran berhitung. Ia juga digembleng disiplin tentang agama. Bibinya tak
tanggung-tanggung dalam menerapkan pendidikan agama di keluarganya termasuk
anak-anaknya dan keponakannya yaitu Soeharto.
Soeharto juga diajari tentang bertani yang baik oleh suami bibinya yaitu
paman Prawirowiharjo. Mungkin ilmu tani inilah yang kelak diterapkan Soeharto
dalam mensukseskan swasembada pangan saat ia menjadi Presiden. Selain
bersekolah dan bertani, Soeharto juga sangat aktif mengaji. Setelah pulang
sekolah Soeharto mengaji sampai semalam suntuk. Ia juga aktif di kepanduan atau
pramuka yang saat itu bernama Hizbul Wathan. Disela-sela harinya Soeharto
sangat senang membaca. Ia telah membaca sejarah RA Kartini dan Pangeran
Diponegoro.
Saat menginjak usia 14 tahun, saat itu Soeharto sudah masuk SMP, ia
dititipkan di rumah teman ayahnya yang bernama Hardjowijono. Soeharto
bersekolah di SMP Muhammadiyah Yogyakarta. Ia memilih bersekolah disana karena
sekolah tidak mewajibkan siswanya memakai sepatu bahkan boleh memakai sarung
dan tanpa alas kaki. (Jaman dahulu sangat jarang sekolah menegenakan sepatu dan
seragam karena harganya yang mahal bahkan sendal pun juga jarang).
Foto Soeharto |
Menjadi Tentara
Setelah lulus SMP Soeharto tidak melanjutkan sekolahnya lagi karena tidak
memiliki biaya, namun sebenarnya ia sangat ingin sekali. Akhirnya ia memutuskan
untuk mencari pekerjaan. Pada tahun 1942 Soeharto melamar menjadi anggota KNIL
atau Koninklijk
Nederlands Indisce Leger yaitu tentara kerajaan Belanda. Namun Soeharto yang awal
diterima berpangkat sersan ini hanya bekerja selama tujuh hari karena Belanda
menyerah pada Jepang.
Akhirnya Sersan Soeharto pun pulang ke kampung halamannya di Kemusuk.
Soeharto tidaklah menyerah, ia semakin sering mencari-cari lowongan pekerjaan
terutama yang berkenaan dengan ketentaraan. Usahanya tidaklah sia-sia, pada
tanggal 1 Juni 1940 Soeharto diterima menjadi siswa sekolah militer Gombong –
Jawa Tengah. Disana ia sangat keras belajar dan berlatih sehingga ia menjadi
lulusan terbaik, menjadi prajurit teladan dan pangkatnya pun naik menjadi kopral.
Pada tanggal 5 Oktober 1945, Soeharto resmi menjadi anggota TNI. Saat
perang kemerdekaan berakhir, ia menjadi Komandan Brigade Garuda Mataram dengan
pangkat letnan kolonel. Soeharto lah yang menjadi pemimpin penumpasan
pemberontakan Andi Azis di Mataram.
Pada tahun 1949, Belanda kembali menyerang Indonesia tepatnya Yogyakarta
(Belanda masih ingin menjajah Indonesia). Soeharto yang saat itu menjadi
pimpinan Brigade X menerima perintah dari Panglima Besar Soedirman untuk
melakukan serangan terhadap Belanda. Sebenarnya ide ini muncul dari Sri Sultan
Hamengkubuwono IX. Akhirnya pada tanggal 1 Maret 1949 Letkol Soeharto memimpin
Brigade X untuk melakukan serangan umum dan berhasil menduduki Yogyakarta
selama enam jam. Ini untuk membuktikan di dunia internasional dan Belanda bahwa
Republik Indonesia dan TNI masih ada. Serangan ini terkenal dengan nama
Serangan Umum 1 Maret.
Karena jasanya ini kemudian ia diangkat menjadi Kepala Staf Panglima
Tentara dan Teritorium IV Diponegoro di Semarang dan pada tanggal 1 Januari
1957 pangkatnya dinaikkan menjadi kolonel.
Kegemilangan kariernya sempat ia nodai dengan catatan hitam yaitu ia pernah
hampir dipecat dan di bawa ke pengadilan militer karena tertangkap sedang
memeras perusahaan –perusahaan di Jawa Tengah dengan menggunakan institusi
militernya. Namun ia sedang beruntung karena dibela oleh Jenderal Gatot Subroto
sehingga ia hanya dipindahkan ke Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat di
Bandung Jawa Barat.
Soeharto memang ahli dibidang strategi, karena keahliannya ini ia diangkat
menjadi Panglima Komando Mandala dalam Pembebasan Irian Barat. Pada tanggal 1
Mei 1963 ia diangkat menjadi Pangkostrad dan ia kemudian berperan dalam
penumpasan PKI karena PKI telah melakukan gerakan yang membahayakan negara.
Peristiwa G 30
S/PKI
Pada suatu malam tanggal 30 September 1965 terjadilah peristiwa yang
menggemparkan negeri yaitu diculik dan dibunuhnya lima Jendral dari Angkatan
Darat. Kelima Jendral ini dibuang disumur tua yang bernama Lubang Buaya.
Peristiwa ini dipimpin oleh LetKol Untung Syamsuri yang merupakan pemimpin
pasukan Tjakrabirawa yaitu pasukan pengawal kepresidenan. Saat dikonfirmasi,
LetKol Untung melakukan hal itu karena adanya kabar bahwa akan ada kudeta untuk
menyingkirkan Presiden Soekarno pada hari ABRI 5 Oktober 1965. Kabarnya kudeta
ini akan dilakukan oleh Dewan Jendral yang didukung oleh CIA. Akhirnya untuk
mencegah hal itu pasukan Tjakrabirawa bersama orang dari partai komunis atau
PKI melakukan penculikan terhadap kelima anggota Dewan Jendral tersebut. Namun
yang menjadi pertanyaan sejaran adalah kenapa nama Soeharto yang juga merupakan
anggota Dewan Jendral tidak dimasukkan kedalam target penculikan.
Keesokan harinya setelah mendapat kabar bahwa ada lima jendral yang diculik
dan dibunuh maka Soeharto sebagai Pangkostrad langsung turun tangan untuk
mengamankan Jakarta. Sebenarnya turun tangannya Soeharto untuk mengamankan
Jakarta sudah melalui prosedur karena pimpinan diatasnya yaitu Letjen Ahmad
Yani tak diketahui rimbanya dan setelah ditelisik ternyata Ahmad Yani juga
menjadi target penculikan. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa Soeharto tak
masuk kedalam daftar penculikan dan mengapa Soeharto juga tidak mendengar kabar
akan adanya penculikan dewan Jendral hal ini tak masuk akal mengingat Soeharto
juga masuk kedalam jajaran dewan jendral.
Setelah mendapatkan Surat perintah sebelas maret atau Supersemar dari
Presiden Soekarno (Supersemar juga diragukan kebenaran dan keasliannya) yang
memberikan wewenang dan mandat pada Soeharto agar melakukan langkah-langkah
untuk memulihkan keadaan maka Soeharto segera membubarkan PKI dan mengejar
serta menangkap siapa saja yang dicurigai anggota PKI. Sejumlah menteri juga
ditangkap karena dituduh terlibat dalam G 30S/PKI. Banyak nyawa orang yang dibunuh karena
dicurigai sebagai PKI.
Soeharto dianggap berhasil memulihkan keadaan dan ia dianugerahi Jendral
bintang empat pada 1 Juli 1966. Dan setelah pidato pertanggungjawaban Presiden
Soekarno yang berjudul NAWAKSARA ditolak oleh MPR maka Soeharto ditunjuk dan
diangkat sebagai Presiden RI yang kedua melalui sidang istimewa MPRS pada 7
Maret 1967.
Keluarga
Soeharto
Keluarga Cendana |
Saat Soeharto berusia 26 tahun, ia menikah dengan Raden Ayu Siti Hartinah
atau lebih akrab dipanggil Ibu Tien Soeharto yang waktu itu berusia 24 tahun.
Pernikahan ini dilangsusngkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Dari pernikahan
ini mereka dikaruniai enam anak yaitu 3 wanita dan 3 laki-laki. Nama anak-anak
Soeharto dan Ibu Tien adalah Siti
Hardiyanti Hastuti (Tutut), Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti
Hediati Harijadi (Titiek) , Hutomo Mandala Putra (Tommy), dan Siti Hutami
Endang Adiningsih (Mamiek).
Keluarga Soeharto kemudian lebih dikenal dengan sebutan keluarga cendana
karena di Jakarta mereka menetap di Jalan Cendana.
Menjadi Presiden
RI Yang ke Dua
Awal kepemimpinan Soeharto ditandai dengan adanya konsep Orde Lama dan Orde
Baru. Orde Lama adalah sebutan bagi kepemimpinan Presiden Soekarno sedang Orde
Baru adalah sebutan untuk kepemimpinan dirinya. Soeharto sangat menarik garis
tegas antara Orde Lama atau Orde Baru. Dan ia juga dikenal sangat tegas menuduh
orang yang akan menentang dirinya dengan tuduhan PKI. Penulis masih ingat jika
dahulu ada orang ingin mengkritisi Soeharto maka tak segan-segan ia menuduh
orang tersebut PKI dan harus dihukum atau bahkan diculik dan dibunuh.
Pengucilan politik juga kerap
dilakukan pada orang berpengaruh yang berseberangan dengan dirinya. Orang
tersebut akan dibuang ke pulau Buru atau diusir keluar dari Indonesia. Banyak
diplomat Indonesia yang masih orangnya Soekarno yang tak bisa lagi pulang ke
Indonesia selama bertahun-tahun karena dianggap pembangkang.
Di bidang keluar negerian Soeharto sangat berseberangan dengan Soekarno.
Jika diera Soekarno Indonesia keluar dari PBB karena Soekarno menganggap PBB
hanya alat negara adidaya untuk lebih menjajah negara lemah maka di era
Soeharto justru Indonesia masuk lagi menjadi anggota PBB. Selain itu Soekarno
dikenal sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa sehingga Soekarno
tidak mau jika ada negara lain yang menyumbang Indonesia tapi ujung-ujungnya
malah mendikte pemerintah Indonesia namun berbeda dengan Soeharto. Diera
Soeharto Indonesia justru meminjam dana dari IMF dan dari negara maju lainnya
sehingga ada istilah negara donor.
Program Rezim Soeharto diarahkan lebih ke ekonomi yaitu bagaimana
menyelamatkan inflasi yang sangat tinggi. Langkah yang diambil Soeharto adalah
dengan meminjam dana dari luar negeri dan dari IMF. Selain itu Soeharto juga
menarik investor asing. Dari langkah ini inflasi yang begitu tinggi berhasil
dikendalikan dan stabilitas ekonomi akhirnya tercapai.
Setelah stabilitas keamanan dan ekonomi tercapai program Soeharto
selanjutnya adalah melakukan pembangunan nasional yang dirancang melalui
pembangunan jangka pendek yang berkisar lima tahun dan pembangunan jangka
panjang yang berkisar 25 sampai 30 tahun.
Di bidang pangan Soeharto terbukti sukses mengantar Indonesia untuk ber
swasembada pangan. Dari negara yang selalu mengimpor beras menjadi negara yang
bisa mencukupi kebutuhan pangannya sendiri atau dikenal dengan istilah
swasembada pangan. Selain itu Soeharto juga sukses dalam program Keluarga
Berencana atau KB dimana dalam satu keluarga disarankan hanya memiliki dua anak
saja.
Karena keberhasilan inilah Soeharto didapuk untuk berpidato di depan
konferensi FAO yang diadakan di Roma Italia pada tanggal 14 November 1985.
Dalam pidatonya itu Soeharto berkata “Jika pembangunan di bidang pangan ini
dinilai berhasil, itu merupakan kerja raksasa dari seluruh bangsa Indonesia.”Soeharto
juga menyerahkan bantuan satu juta ton gabah kering pada rakyat Afrika yang
sedang berjuangvmelawan kelaparan. Namun swasembada beras yang dicapai
Indonesia tahun 1984 ini ternyata tak dapat dicapai lagi ditahun-tahun
berikutnya.
Sedangkan untuk keberhasilannya dalam program KB, Soeharto diundang PBB
untuk memberikan pidatonya yaitu, “Kenaikan produksi pangan tidak banyak berarti jika
pertambahan jumlah penduduk tidak terkendali,” begitu ia berkata dalam pidatonya.
Di ranah politik Soeharto telah menyatukan partai politik yang awalnya
banyak menjadi hanya tiga yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan
Karya (GOLKAR), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dimana dari ketiga partai
itu GOLKAR lah yang merupakan anak emas Soeharto karena itu adalah bentukan
Orde Baru untuk melanggengkan kedudukannya sebagai Presiden.
Dalam hal ekonomi terbukti memang selama masa jabatannya 32 tahun
pemerintah jarang melakukan perubahan anggaran karena pemerintah telah sukses
menghadirkan stabilitas politik yang mendukung stabilitas ekonomi. Kebijakan
Soeharto dalam pembangunan bangsa tertuang ke dalam Trilogi Pembangunan yang
berisi stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang stabil dan pemerataan
pembangunan.
Jatuhnya Rezim
Soeharto
Soeharto begitu hebat dalam menjaga stabilitas politik dan ekonomi namun
sayangnya kekuatan ekonomi yang dibangun Soeharto bertumpu pada utang luar
negeri sehingga pada tahun 1997 saat Krisis melanda Asia, Indonesia mengalami
imbasnya. Harga barang-barang merangkaka naik, nilai tukar rupiah terhadap
dolar pun turun tajam yang semula satu dolar bernilai 2500 rupiah meroket
menjadi bernilai 10.000 rupiah.
Ditengah krisis ekonomi yang sangat menyengsarakan rakyat ini Soeharto
terpilih kembali menjadi Presiden yang ke tujuh kalinya dengan wakil Presiden
saat itu adalah Prof Ing BJ Habibie melalui sidang MPR tanggal 10 Maret 1998.
Dalam pidatonya Soeharto menyatakan bahwa krisis akan segera berlalu dan semua
akan kembali ke kondisi normal. Namun hal itu tak meredam geramnya bangsa Indonesia
saat itu yang harus menanggung dampak krisis. PHK terjadi dimana-mana karena
banyak perusahaan tutup.
Menghadapi krisis ekonomi yang sangat hebat tersebut akahirnya banyak
sekali unjuk rasa yang menghendaki Soeharto mundur dari jabatannya. Rakyat merasa
selama ini dibohongi karena ternyata kestabilan ekonomi yang selama ini mereka
rasakan tak sekuat yang diduga dan sangat rapuh sekali. Apalagi terdengar desas
desus bahwa selama Soeharto menjadi Presiden mulai tahun 1968 sampai sekarang
ternyata banyak melakukan penyimpangan dan korupsi.
Puncak dari aksi unjuk rasa adalah saat tanggal 12 Mei 1998 dimana ribuan
mahasiswa dan elemen masyarakat menduduki gedung MPR/DPR. Mereka menginginkan
agar Soeharto mundur dari jabatannya dan menginginkan agar harga sembako yang
saat itu melangit dapat dibendung.
Unjuk rasa semakin menjadi saat Mahasiswa Trisakti yang saat itu berunjuk
rasa di dalam kampus mereka mulai keluar kampus untuk bergabung dengan
mahasiswa yang sudah menduduki gedung DPR/MPR dan dihalang-halangi aparat
dengan gas air mata dan tembakan yang akhirnya menewaskan empat orang
mahasiswa. Empat mahasiswa Trisakti yang tewas yaitu Hery Hartanto, Hafidhin
Alifidin Royan, Elang mulia Lesmana dan Hendriawan Sie.
Tewasnya empat mahasiswa memicu aksi yang lebih brutal lagi. Masyarakat
yang semakin geram dengan pemerintah saat itu benar-benar menjadi marah. 14 Mei
1998 terjadi kerusuhan berdarah di Jakarta yang sasarannya adalah warga etnis
keturunan, dimana banyak toko dan supermarket milik warga keturunan cina yang
dibakar dan dijarah habis-habisan. Dijalanan banyak mobil yang dibakar,
benar-benar Jakarta saat itu sangat mencekam.
Soeharto yang saat itu sedang ada lawatan ke Mesir akhirnya menyatakan
tidak akan menolak jika ia diminta mundur dari jabatannya oleh rakyat
Indonesia. Hal ini semakin menguat dengan adanya sebelas menteri bidang ekuin
mengundurkan diri.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Soeharto mengundurkan diri dari
jabatannya menjadi Presiden RI. Peristiwa ini ditayangkan detik per detik oleh
stasiun televisi dari dalam dan luar negeri. Berjuta mata menonton dengan
seksama peristiwa turunnya Soeharto dari kursi presiden setelah 32 tahun ia
menjabatnya. Peristiwa jatuhnya Soeharto ini kemudian terkenal dengan istilah “Lengser
Keprabon”.
Soeharto terpilih menjadi Presiden RI pada tujuh kali pemilihan yaitu tahun
1968, 1973, 1978, 1983, 1988, 1993 dan 1998
Catatan Penyelewengan Yang Dilakukan Orde Baru
Pimpinan Soeharto
1.
Menekan etnis Tionghoa dengan mempersulit untuk menjadi
WNI, melarang nama dengan bahasa Tionghoa dan melarang tulisan Tionghoa. Namun
Soeharto malah bersahabat akrab dengan sejumlah pengusaha Tionghoa bahkan dengan
Lee Kuan Yew, Perdana Menteri Singapura saat itu yang asli etnis Tionghoa
2.
Menekan kebebasan berpendapat yaitu dengan penyensoran
media, media tidak boleh menampilkan berita yang isinya membuat masyarakat
menentang pemerintah Orde Baru. Jika ada media yang membangkang maka tak
segan-segan akan ditutup. Ini terjadi pada tujuh media cetak seperti Sinar Harapan,
Merdeka, The Indonesian Times, Pelita, Kompas, Pos Sore, Sinar Pagi.
3.
Melarang segala bentok demonstrasi dan protes apalagi
yang berbau protes terhadap pemerintah. Pernah ada protes pelajar yang
menentang adanya korupsi yang dilakukan Soeharto dan antek-anteknya tapi
kemudian komisi yang menangani protes tersebut akhirnya ditutup.
4.
Mengubah UU Pemilu dengan mengizinkan hanya tiga partai
politik saja yang boleh mengikuti Pemilu yaitu PPP, Golkar dan PDI dimana
partai politik berbasis Islam harus bergabung dengan PPP sedangkan yang
berbasis nasionalis dan non Islam bergabung dalam PDI. Golkar sendiri adalah
produk Soeharto yang berisi orangnya Soeharto tujuannya untuk melanggengkan
kepemimpinannya.
5.
Mecaplok Timor Timur. Timor Timur adalah bekas jajahan
Portugis yang kemudian akan menjadi negara sendiri dibawah pimpinan Fretilin,
namun Amerika dan Australia khawatir karena Fretilin adalah Pro Unisovyet
sehingga dengan dorongan Amerika dan Australia Indonesia melalui Soeharto “disuruh”
untuk mengintegrasi Timor Timur sehingga tidak jadi negara yang merdeka namun
saat kepemimpinan Habibie Timor Timur dizinkan untuk melakukan jejak pendapat
dan akhirnya memilih disintegrasi dari Indonesia.
6.
Pelanggaran HAM di Indonesia dan Timor Timur juga
merupakan sesuatu yang disorot dunia Internasional.
7.
Korupsi. Tanggal 5 Mei 1980 sebuah kelompok yang bernama
Petisi 50 yang berisi anggota militer, politisi, akademik dan mahasiswa menuntut
adanya kebebasan berpendapat, kelompok ini menuduh pemerintahan Soeharto telah
berusaha menciptakan negara dengan satu partai. Koran Media Indonesia yang
meliput beritanya akhirnya dicekal dan para pemimpin petisi 50 ditangkap dan
dipenjarakan.
8.
Tahun 1996 pemerintah Soeharto berusaha untuk menyingkirkan
Megawati Soekarno Putri dari kursi kepemimpinannya dalam PDI yang merupakan
partai resmi dan menggantinya dengan PDI pimpinan Soerjadi. Pemerintah khawatir
akan pengaruh Megawati yang masih putri Presiden Soekarno yaitu presiden RI
pertama akan menjadi pesaing Soeharto. Namun pendukung Megawati menolak dan
menduduki markas besar partai tersebut sehingga tercetuslah kerusuhan yang
terkenal dengan nama Kerusuhan 27 Juli 1996 atau Kudatuli.
9.
Penguasaan finansial oleh Soeharto dengan memberikan kemudahan
serta monopoli pada antek-anteknya terutama keenam anaknya.
Setelah Soeharto Mundur
Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto |
Setelah Soeharto berhenti dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia,
banyak pihak menuntut agar Soeharto dan antek-anteknya diusut dan diadili atas
berbagai penyimpangan selama ia berkuasa. Dan yang paling santer adalah
korupsi. Harta keluarga Soeharto harus diusut yang diduga berasal dari hasil
korupsi yang lebih dikenal dengan sebutan pengusutan Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme atau KKN.
Soeharto memiliki dan mengetuai tujuh buah yayasan yaitu Yayasan Dana Sejahtera
Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan
Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan
Dana Gotong Royong Kemanusiaan, Yayasan Trikora. Dimana melalui kekuasaannya
Soeharto mengeluarkan Kepres No 90 Tahun 1995 yang isinya setiap pengusaha
wajib menyumbangkan 2 persen keuntungannya untuk Yayasan tersebut.
Menurut Transparency International
Soeharto adalah pimpinan dengan penggelapan dana terbanyak dibandingkan
pemimpin negara negara lain didunia. Atau dengan kata lain ia adalah presiden
terkorup di dunia dengan dan akorupsi sekitar 15-35 miliar dolar A.S selama
kurun waktu menjabat sebagai presiden RI yaitu selama 32 tahun.
Pada tanggal 3 Desember 1998, presiden BJ Habibie menginstruksikan Jaksa
Agung AM Ghalib Untuk mengambil langkah-langkah hukum terhadap mantan presiden
Soeharto. Namun pada tahun 2006 penyidikan akan kasus Soeharto dihentikan
karena kondisi dan fisik Soeharto yang tidak layak diajukan ke persidangan.
SKKP itu dikeluarkan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 11 Mei
2006 namun kemudian dinyatakan tidak sah pada tanggal 12 Juni 2006.
Sakit dan Meninggalnya Soeharto
Setelah “Lengser Keprabon”, Soeharto mengalami penurunan kesehatan yang
signifikan. Entah itu memang sebelumnya sudah ada penyakit atau karena kasus
korupsi yang membelitnya namunyang jelas dilihat dari usia yang sudah uzur
wajarlah memang kalau ia mulai dilanda sakit tua.
Pada tanggal 27 Januari 2008, hari minggu pukul 13.10 WIB, Presiden
Soeharto meninggal dunia di usia 87 tahun setelah dirawat selama 24 hari di
Rumah Sakit Pusat Pertamina akibat kegagalan multi organ. Pada pukul 14.35
jenazah diberangkatkan ke kediamannya di jalan Cendana no 8 Menteng Jakarta.
Jenazah di makamkan di Astana Giri Bangun, Solo Jawa-Tengah. Itulah akhir
dari hidup Soeharto, Presiden Indonesia ke dua. Sekuat-kuatnya manusia akhirnya
menyatu juga dengan tanah.
Terlepas dari kekurangan dan kelebihannya, Soeharto menjadi sosok yang kontroversial hingga saat ini terlebih sekarang ketika harga bahan makanan dan harga bensin yang melonjak naik. Orang kecil yang tidak tahu menahu akan urusan politik mengatakan bahwa Soeharto adalah pahlawan karena telah menyediakan beras dan bensin yang murah sedangkan dipihak lain menganggap Soeharto harus bertanggung jawab akan darah berratus ribu yang mengalir selama peralihan Orde Lama ke Orde Baru dan juga selama ia menjabat sebagai Presiden RI yang ke dua. Anda termasuk yang mana???
0 komentar:
Posting Komentar